SMP dan SMA Pondok Daun : eSports Competition
Seminggu sebelum menutup tahun ajaran 2018-2019, Sekolah Pondok Daun mengadakan kegiatan classmeeting, sebuah kegiatan antar kelas yang mencakup olahraga, permainan, dan cerdas cermat.
Pada kegiatan classmeeting tahun ini ada sesuatu yang berbeda, yaitu adanya kompetisi e-Sports atau electronic sports. Apa sih sebenarnya e-sports itu?
eSports atau electronic sports adalah olahraga elektronik yang ditekuni menjadi sebuah profesi. Seseorang yang berprofesi sebagai pemain eSports disebut sebagai atlit eSports. Berbeda dengan istilah "gamers" yang sering kita dengar, eSports lebih mengacu kepada kompetisi profesional yang lebih serius dan dapat menjadi mata pencaharian. Tentunya perkembangan teknologi di masa kini membuat perkembangan eSports di dunia semakin pesat baik pada konsol, PC, maupun mobile. eSports juga sudah diakui sebagai olahraga yang sah secara lokal maupun internasional dan bahkan telah dikompetisikan pada Asian Games 2018 lalu dan akan dikompetisikan pada SEA Games mendatang.
Lalu apa sih manfaat eSports? Apakah hanya untuk senang-senang saja? Atau hanya untuk mencari uang?
Berkompetisi dalam game tentu hampir sama seperti berkompetisi pada olahraga, perbedaannya hanya pada kemampuan yang mereka miliki. Jika olahraga biasanya mengandalkan keahlian fisik, eSports lebih mengandalkan keahlian strategi serta mechanic skills. eSports melatih anak-anak untuk menjadi lebih responsif terhadap apa yang ia hadapi, karena dalam game segala sesuatu bisa saja terjadi. Mereka juga dilatih untuk mengambil keputusan dalam tekanan, ketika mereka dalam keadaan terdesak mereka harus berpikir dan menganalisa cara mengatasi keadaan itu. Dalam tim game, mereka dituntut untuk bisa berkomunikasi dengan efektif dan bekerja sama dalam tim untuk memenangkan pertandingan. Dari hal-hal positif di atas, tentu ada hal negatif jika kita terlalu lama bermain game atau bermain game tanpa pengawasan, seperti munculnya sikap toxic (berbahasa kotor dan kasar), ketagihan, mudah marah(emosional), dan efek yang membuat tubuh menjadi kaku dan lemah karena tidak terbiasa bergerak.
Masih banyak pro dan kontra pada kompetisi eSports di tingkat sekolah di Indonesia, karena masih banyaknya stigma di masyarakat bahwa profesi atlit itu tidak menjanjikan secara karir dan finansial. eSports juga sering dipandang sebelah mata karena dinilai hanya sebagai sebuah permainan yang membuang waktu dan tidak bisa menjamin masa depan seseorang. Namun nyatanya, perkembangan eSports di dunia sudah lebih dari menjanjikan. Seperti pada turnamen "The International" di game Dota 2 misalnya, total hadiah yang diberikan dari tahun ke tahun kian meningkat hingga untuk The International 2019, sampai saat ini total hadiah diperkirakan mencapai 24,000,000 US Dollar. Bukan hanya mancanegara, game "Mobile Legends" yang dikompetisikan pada Piala Presiden 2019 di Indonesia memberikan total hadiah 400 juta rupiah bagi tim yang berhasil menjuarai kompetisi tersebut. Selain dari hadiah kompetisi, para atlit eSports biasanya mendapatkan gaji dari manajemen tim di mana ia bermain, serta bisa mendapatkan tambahan pendapatan dari sponsor, iklan, dan streaming.
Segala fakta di atas tentunya tidak serta merta menjadi alasan kita untuk mewajibkan anak-anak menjadi atlit eSports atau membiarkan mereka bermain game terus-terusan setiap saat, namun hal-hal tersebut patut menjadi sebuah pertimbangan bagi kita untuk melihat adanya peluang baru yang berbeda seiring perkembangan teknologi. Orang tua serta instansi pendidikan harus terus mengawasi, mengontrol, dan menjaga anak-anak dalam proses melihat bakat mereka di bidang yang mereka sukai, dalam hal ini eSports.
Sekolah Pondok Daun memberikan kesempatan bagi siswa-siswi untuk menunjukan kebolehan pada kegiatan classmeeting kali ini, tentunya dalam pengawasan serta peraturan yang cukup ketat. Anak-anak hanya boleh mengakses ponsel hanya ketika akan bertanding, serta dilakukan penjagaan dari panitia khusus untuk perilaku para pemain maupun penonton. Bagi mereka yang melanggar hal-hal tersebut akan dikenai sanksi, dari pengurangan poin, diskualifikasi, maupun menghadap guru BP jika pelanggaran dinilai berat.
Dengan dibantu oleh OSIS SMA Pondok Daun, kompetisi eSports kali ini digelar untuk dua cabang, yaitu Garena Free Fire serta Mobile Legends. Kedua game ini dipilih berdasarkan banyaknya peminat dari survei yang dilakukan terhadap siswa-siswi SMP dan SMA Pondok Daun.
Pertandingan Free Fire terdiri dari 3 babak, di mana para peserta akan dipertandingkan secara individu (solo) dengan jumlah peserta 23 orang, gabungan siswa dan siswi SMP dan SMA Pondok Daun. Dari tiga babak yang berlangsung, akan dihitung poin yang didapatkan baik dari hasil peringkat yang didapat maupun total kill dalam game. Alhasil, kompetisi Free Fire berhasil dijuarai oleh Melki (7) dan diikuti oleh Michael (11) diposisi kedua, serta Refael (11) di posisi ketiga. Penghargaan most kill pun diberikan kepada Arya (8) yang berhasil mengambil poin terbanyak dari perolehan kill.
Sedangkan pada cabang Mobile Legends, terdapat total 6 tim gabungan dari SMP dan SMA Pondok Daun yang saling beradu untuk menjadi juara. Permainan menggunakan sistem knock-out dan sistem draft pick yang membuat kompetisi semakin intens. Alhasil setelah pertandingan-pertandingan yang seru di babak penyisihan, babak final mempertemukan tim Revolution (SMP) dengan tim QNEON Wolf (SMP) dalam Best of 5. Setelah berlangsung cukup sengit, tim Revolution harus mengakui keunggulan tim QNEON Wolf dengan skor 3-0. Tim QNEON Wolf pun resmi menjadi juara di cabang Mobile Legends.
Pada akhirnya anak-anak akan lebih mudah mempelajari sesuatu yang mereka sukai, namun orang tua serta guru berperan penting untuk mengawasi serta mengarahkan mereka sehingga mereka mempelajari hal yang baik dan membuang yang buruk. Kerjasama guru, siswa dan orang tua menjadi satu hal yang sangat dibutuhkan untuk menjaga generasi masa depan bangsa Indonesia yang cerdas, inovatif, dan unggul dalam karakter.
Akankah ada turnamen eSports di classmeeting selanjutnya?
Komentar
Belum Ada Komentar